19 June 2006

Pencuri

By Nilora

Malam ini begitu sunyi. Daun-daunan yang melambai-lambai dan desiran angin membuat malam semakin angker. Udara di pegunungan sungguh tidak bersahabat. Badanku bergetar kedinginan. Ingin aku tidur secepatnya tapi aku tak tega melepaskan tugasku. Aku sendiri di rumah. Adik-adik dan ortuku sedang mengikuti doa rosario di kampung kecil.
Lampu minyak dihadapanku mulai redup. Tanda-tanda mereka kembali belum nampak. Aku tetap setia menunggu sambil membaca majalah yang berserakan di atas meja kerja ayah. Baru saja aku menambah minyak lampu, sayup-sayup kudengar langkah kaki orang menuju rumah.

"Pasti mereka telah kembali" pikirku.
Setelah kutunggu agak lama, aku tak lagi mendengar langkah-langkah kaki itu. Dengan rasa kesal, aku kembali menekuni bacaan tadi yang sempat terhenti.
Satu paragrafpun belum selesai kubaca, ketika aku mendengar lagi langkah-langkah kaki orang yang kini terasa semakin mendekat. Aku bangun dan mengintip dari celah-celah dinding tapi aku tidak melihat apa-apa. Aku merasa aneh dan juga menjadi kuatir.
My dogs yang terlatih tidak sekalipun mengeluarkan gonggongan khasnya. Biasanya, entah siapapun yang datang baik "Homeowner"(tuan rumah) maupun "Guest" (tamu) pasti akan mendapat sambutan yang khas dan mengasyikkan.

"Ah, mengapa aku begitu takut? mungkin yang datang adalah tamu" kata hatiku. Tapi aku merasa lain, aku berfirasat ada bahaya yang mengancamku. Mungkin karena aku dipengaruhi rasa takut dan prasangka yang tidak-tidak. Yah, desaku memang selalu menjadi sasaran penjahat-penjahat kelas teri.

Pelan-pelan aku masuk kamar dan mengambil "Pisau Pemburu" yang sudah sejak lama menjadi teman setiaku. Berkat pisau ini banyak "Beasts" (binatang buas) yang mati karena mencoba menggangguku. Pisau ini telah banyak menolong aku dalam keadaan yang berbahaya. Aku tak tahu sudah berapa banyak 'beast' yang mati akibat ulah pisau ini tapi yang jelas selama pisau ini ada ditanganku ia akan menjadi senjata yang sangat berbahaya. Yah, sejak kecil aku sudah terlatih menggunakan pisau pemburu dan kini sasaran apapun bila kubidik pasti tepat. Kayu yang sangat tebal dan keras sekalipun bila kubidik dengan pisau ini bisa tembus sedalam delapan centimeter. Mengerikan juga. Apalagi bila berhadapan dengan 'beast' yang dagingnya empuk. Namun kini aku merasa tidak berhadapan dengan 'beast' atau 'animal' dan kayu tetapi berhadapan dengan manusia. Akupun merasa gentar.

Anak tangga yang berdenyit semakin memperjelas dugaanku. Rumah kami cukup besar dengan empat belas tiang penyangga, ditambah ruang depan yang terbuka yang digunakan sebagai ruang tamu atau pendopo. Untuk ukuran desa di pegunungan seperti ini, memang termasuk rumah panggung yang lumayan besar. Rumah panggung yang paling besar mempunyai enam belas tiang penyangga.

Kuperhatikan pintu depan sudah terkunci rapat. Kulihat jendela ternyata tidak dikunci, namun aku tidak begitu kuatir karena orang dewasa tidak akan bisa melewati jendela itu. Apalagi jendela itu mempunyai sekat dari kayu yang berbentuk empat persegi panjang yang memang berguna untuk menghalangi orang masuk. Dibawah jendela yang setinggi pinggang itu terdapat karung-karung padi yang diletakkan secara berderet, ada tujuh karung. Persis di atas karung dekat jendela terdapat koper yang digunakan ayah untuk menaruh surat-surat berharga. Entah...aku tak tahu apa sebabnya ayah meletakkan koper itu tampa isi di dekat jendela. Mungkin tadi sore ayah membersihkan koper itu. Aku melangkah dengan hati-hati kearah dinding disamping pintu, takut menimbulkan bunyi. Aku melihat lagi dari celah-celah papan, dinding rumahku. Oh! ada orang. Badannya sangat tinggi dan langsing berdiri di pendopo rumah dengan sebilah parang di tangan. Parang yang dibagian ujungnya melengkung. Parang ini berfungsi ganda yaitu bagian tengah yang tajam digunakan untuk memotong kayu sedangkan bagian yang melengkung tajam berfungsi untuk menarik onak duri. Parang ini dijuluki orang sedesaku dengan nama "CA'DA M'BOKO" (parang bengkok). Kuperhatikan orang ini dengan seksama, rasanya orang ini pernah kulihat namun siapa dia masih samar-samar dalam pengetahuanku.

"Untuk apa dia datang malam-malam begini ? mungkin ada keperluan mendadak" bisik hatiku.
Aku tetap tenang berdiri disamping pintu sambil terus memperhatikan gerak-gerik orang ini. Nampak tingkah laku orang ini mulai mencurigakan, ia mulai mendekati jendela. "LIKE A HOUSE AFIRE" (secepat kilat) kukeluarkan 'pisau pemburu' yang kusisipkan dipinggangku. Aku siap-siap beraksi bila ia melakukan aksi yang berbahaya.

Aku benar-benar cemas dan ragu. Tindakan apakah yang harus kulakukan terhadap orang ini ? mungkinkah aku harus membunuh ? Aku tak berani. aku sadar dengan sekali lempar saja, 'pisau pemburu bermata tiga 'ini mengoyak jantungnya. Ini manusia bukan 'beast'. Kalau saja 'beast' pasti dari tadi aku sudah membunuhnya. Aku benar-benar cemas dan berkeringat dingin.
Tak terduga sama sekali, jendela tiba-tiba sudah terbuka. Tapi orang ini belum juga beraksi, ia tetap tenang sambil mengamati ke dalam. Aku kuatir ia menghipnotisku dengan ajimatnya.

"Tuhan tolonglah aku" doaku.
Tangan orang ini mulai bergerak dan berusaha mengambil koper itu dengan paksa. Belum sempat lebih jauh dia bertindak, aku mengumpulkan segala keberanianku dan melompat ke arah orang itu.
"Hia...........at!" bentakku.
Bentakan yang begitu keras teryata benar-benar ampuh. Orang itu dengan refleks yang tinggi telah melompat ke bawah tampa perlu lagi menginjak anak tangga dan berlari makin menjauh. Tak sampai satu menit orang itu sudah menghilang dari pandanganku. Betul-betul fantastis. Kini aku merasa lega dan ingin rasanya tertawa terbahak-bahak. Aku merasa lucu dengan peristiwa itu. Sekali bentak pencuri telah lari tak tahu rimbanya.

"Pencuri pengecut!", teriakku dalam hati.
Aku tak mengerti, apa sebenarnya yang diinginkan pencuri. Dimana-mana kudengar ada orang yang kecurian, hampir disetiap tempat ada pencuri, bahkan ada pencuri-pencuri yang tak segan-segan melepaskan nyawa orang. Apakah mereka kekurangan ? rasanya tidak. Malahan banyak diantara mereka adalah orang-orang berada. Mungkin salah satu hal yang membuat banyak orang nekad yaitu rasa tidak puas. Rasa tidak puas akan apa yang dimilikinya. Yah, menurut kodrat manusia selalu merasa tidak puas, manusia selalu ditantang untuk menambah miliknya.

Yah, kalau dipikir aku juga sebenarnya adalah pencuri yang baik dan tersamar yang menutup perbutanku dengan topeng-topeng yang indah. akibat ketidakpuasan, kritik-kritik pedas, kecaman yang "nyelekit" aku tujukan kepada sesama. aku telah menjadi pencuri yang merampas waktu sesama dimana sesama diwajibkan berjuang untuk menangkis kritik dan gosip tentang dirinya, tanpa sadar telah sekian banyak waktu sesama terbuang sia-sia guna menangkis kritik-kritik dan kecaman. Juga ketika aku mengajak teman ngobrol tak tentu arah, akupun sebenarnya telah menjadi pencuri. Waktu teman aku ambil dan aku jadikan milikku. Aku pantas dicap sebagai pencuri waktu yang lihai tapi tak sadar.

Kini aku menjadi malu sendiri.
Apa bedanya aku dengan pencuri tadi ?
Mungkin bedanya terletak dalam praktek. Eh, kok pikiranku sudah ngelantur begini. Untuk apa aku memikirkan kejadian yang berlalu ? yah, kata orang bijak perlu juga, guna merefleksi diri. Iya............ya.

(frater nilora,svd, Batu-Malang: 93-3-medio)

No comments: