27 July 2006

In Memoriam Ibu Cicilia Sukarni

By Nilora

"Badan almarhumah boleh mati, tapi cintanya akan tetap hidup ditengah-tengah kita". Itulah kalimat pembuka ketika aku "berkotbah" di acara misa arwah yang aku pimpin tuk memperingati setahun meninggalnya ibu Cicilia, ibu dari temanku. Kalimat yang mungkin tidak punya makna besar bagi kita yg tidak berada dalam "pengalaman kehilangan", tapi tentu kalimat ini dimengerti berbeda oleh "mereka yang ditinggalkan". Kalimat ini muncul begitu saja dalam pikiran setelah mendengarkan cerita temanku tentang ibunya. Dalam ceritanya, ada cinta yang mendalam antara anak dan ibu yang sebenarnya sulit dilukiskan dengan kata-kata. Tapi karena tertarik dengan cerita anak tentang ibunya, aku akhirnya membuatkan puisi ini yang aku bacakan disaat peringatan setahun meninggalnya ibu Cicilia, ibu temanku.

(Di edit, 2 Nov 06 : "The Commemoration of all the faithful departed")

------------------------------------------------------------


Sebuah keranjang yang berisi kenangan-kenangan indah
Telah diperciki dengan jutaan air mata.
Aku mengharapkan Tuhan dapat menghidupkanmu
untuk beberapa tahun lagi... untuk melihat...
anak-anakmu tumbuh dan hidup dalam kasih.

Tapi aku bukan siapa-siapa...
Aku cumalah anak manusia yang biasa-biasa...
Aku tidak punya kuasa untuk membangkitkanmu.
Bahkan aku tidak pernah bertemu denganmu...
Tapi baiklah kini...
Aku menyapamu... Bunda.

Bunda, aku tidak pernah melihatmu wajahmu...
Bunda, aku tidak pernah mendengar suaramu...
Bunda, aku tidak pernah mendapatkan amarahmu...
Bunda, aku tidak pernah merasakan lembutnya tanganmu...

-------
TAPI...
Aku telah melihat dan bertemu dengan buah cintamu...
Dia telah bercerita tentang Bunda:
“Ibu telah bekerja keras”, katanya.
“Mendidik Joko, Agus, Erni, Manu, dan Andi dalam kasih dan keterbatasannya”.

Si buah cintamu melanjutkan air kata-katanya:
“Ibuku telah berjuang sendirian dalam suka dan duka membesarkan kami
selama bertahun-tahun...”
“Bapakku telah pergi berjuang sendirian dengan pilihan hidupnya selama bertahun-tahun, kadang-kadang dia datang... membawa sedikit harapan...”
“Kini, kami masing-masing berjuang dengan keunikan diri kami...
untuk melanjutkan warisan cinta dan kerja kerasmu..
untuk meneruskan legasi kasih dan semangat pengampunanmu”.

Si buah hatimu terus bertutur:
“Setahun yang lalu... kami melihat
dua mata yang capai sedang tertidur...
dua tangan yang selalu menolong telah terkatup...
saat itu kami tahu... ibu yang bekerja keras untuk kami telah pergi untuk selamanya.
Ibu telah beristirahat atas kehendak Allah.

------
Bunda,
Aku tidak pernah bertemu denganmu...
Namun kisah dan cerita si buah hatimu...
Membuat aku kagum padamu...

Kini aku Cuma berdoa:
“Ya Tuhan, Rangkullah Bunda dalam tanganMu yang kudus
dan biarkan Bunda menjadi utusan Cinta
antara kami dan Bapa, sumber segala CINTA.

Bunda,
Kini aku bersama anak-anakmu...
Kini aku bersama keluargamu dan teman-temanmu...
Kini kami semua berkumpul dan bersatu...
Memperingati satu tahun kepergianmu...

Kami yakin... Bunda tidak merasa sedih...
Kami yakin... Bunda sedang tersenyum...
Kami yakin... Bunda sedang bernyanyi....
Bersama Santa Cecilia dan para Malaikat Kudus..

Karena melihat kami....
Masih BERDOA & melanjutkan legasi CINTA dan KERJA KERASMU.

No comments: