21 January 2008

* "Senyum Li, Senyum Sempurna China"*

By Nilora

“Senyum Li, Senyum Sempurna China”, itulah judul artikel yang saya baca di Kompas Online (Kamis 10 Januari 2008). Dalam artikel ini diberitakan bahwa Li Miaomiao, gadis langsing berusia 16 tahun dan masih duduk di bangku sekolah menengah, merupakan satu dari 34 gadis China yang dilatih khusus untuk menjadi pengalung medali di olimpiade Beijing 2008. Ada banyak macam latihan yang harus mereka jalani tapi yang lebih penting dari semua itu adalah senyum. Menurut Li, “dia harus berlatih di rumah tersenyum di depan cermin paling tidak satu jam tiap hari.” "Saya ingin mempersembahkan senyum saya pada dunia agar semua tahu senyum gadis China lah yang paling hangat," ujarnya. “Bagi Li Miaomiao yang bertinggi badan 1,73 meter, senyum yang sempurna adalah yang muncul secara alami. Senyum itu ia dapat setelah belajar berjam-jam di depan cermin”. Charles Gordy berkata, “A smile is an inexpensive way to change your looks”. Tapi Li harus membayar mahal dengan pengorbanan yang tak sedikit untuk meraih senyum sejati.

Senyum dimengerti oleh semua bahasa. Senyum adalah suatu tindakan positif. Baik senyum yang dilatih maupun senyum alami,dua-duanya membawa dampak positif bagi orang yang melihatnya. Soeharto, mantan presiden kita, bapak pembangunan, disamping persoalan HAM, KKN, dsbnya, juga dikenal diluar Indonesia dengan senyumannya sehinggal dia dijuluki “the smiling general”. Tony Blair, mantan PM Inggris (yang kekuasaannya ternoda karena masalah Irak), dikenal piawai dalam berhadapan dengan kamera sehingga dalam situasi sesulit apapun, beliau selalu tampak tenang dan tersenyum pada saat yang tepat. Karena nilainya yang universal, senyum menjadi senjata utama setiap public figures, artis dan actor dalam berhadapan dengan kelap kelip lampu kamera.

Dibalik keindahan senyum, senyum dapat menjadi masalah ketika orang lain melihat senyuman itu sebagai sesuatu yang negative. “Senyumnya adalah senyum sinis,” begitu gosip seorang teman tentang seorang yang kami kenal. “Senyumnya ada udang dibalik batu,” komentar sinis temanku yang lain. Dalam hal ini senyum menjadi sesuatu yang negative karena orang lain yang melihatnya lagi berpikir negative. Senyum tentu juga menjadi tidak sehat ketika orang berpura-pura tersenyum. Dalam situasi susah dan dalam derita orang masih mencoba tersenyum. Ini bagus untuk orang lain yang melihatnya tapi tidak sehat untuk hati yang sedih.

Senyum yang sejati, menurut saya, adalah senyum yang lahir dari hati yang murni yang muncul secara alami. Senyum yang sejati tidak datang begitu saja tapi senyum yang sudah sejak kecil telah kita alami. Senyum yang sejak kecil telah dipupuk oleh orang tua kita. Senyum yang diwariskan orang tua pada anak-anaknya. Senyum seorang ibu yang sudah harus mulai sejak anak dalam kandungan. Mungkin Li agak terlambat untuk berlatih senyum tapi lebih baik terlambat belajar daripada hidup tanpa senyum. Senyumlah, seperti kata pepatah, dan seluruh dunia akan tersenyum bersama kita.


* Judul yang saya pinjam dari judul artikel Kompas Online, Kamis 10 January 2008.
* Photo: Taken by Nilora ( a girl from Sumba)

No comments: